Adakalanya sebuah rumah “TIDAK” menjadi tempat hunian idaman namun hanya menjadi objek investasi

Pada awalnya rumah di analogikan sebagai surga kehidupan bagi banyak orang, rumah akan ditampilkan sesempurna mungkin dalam ilustrasinya.

Namun dibalik sisi kesempurnaan itu, terdapat juga wajah lain dari ketidak sempurnaan itu.

Wajah lain yang lebih pragmatis dan opportunis.

Secara emotional Rumah hanya bagaikan angka angka rupiah yang terlihat terjangkau.

Rumah hanya menjadi sesuatu yang enak dilihat tapi tidak mampu menjawab kebutuhan dari kehidupan.

Ketidak teraturan dalam sebuah rumah, akan menciptakan ketidak sempurnaan dari rumah itu sendiri.  

Ketidakteraturan rumah akan berdampak kepada fungsi fungsi rumah itu sendiri dan yang paling significant menurunnya nilai kompetitif dipasar.

Ketidakmampuan sebuah rumah menjawab kebutuhan ruang akan berakibat pemborosan biaya.

Penurunan nilai dari sebuah rumah dimulai dari berkurangnya empaty kita terhadap fungsi fungsi rumah tersebut, dan pada akhirnya pastilah pada akhirnya akan menjadi variable yang menyulitkan.

Rumah digiring menjadi sesuatu yang lebih emotional dibandingkan rasional.

Situasi emotional hanya akan menempatkan rumah sebagai objek investasi jangak pendek.

Namun ketidakpastian akan terjadi dikala siklus property tidak memihak kita dan ketidakpastian lain juga akan terjadi ketika faktor pasar berperan penting dalam memegang roda kepentingan itu.

Objek investasi jangka pendek akan bergeser menjadi jangka panjang.

Cilakanya lagi pihak regulator juga menanamkan visi tersebut dalam pengembangannya.

Ketidak teraturan yang bersifat  sistemik ini akan menjadi faktor perusak secara sistemik pula.

Daya dukung kawasan bukan lagi menjadi faktor penting dalam menudukung tumbuhnya pertumbuhan kota.

Rumah hanya menjadi komoditas yang berakhir seperti skema ponzi, dimana pembeli pertama akan untung dan pembeli terakhir akan berakhir dengan kerugian.

  “ Jadilah Rasional untuk pilihan property anda sebelum terlambat “

hendry tamzel